Hidup Seorang Pecundang
Cukup, berhentilah aku hidup sebagai seorang yang kalah. Bagi para pecundang, waktu tidak akan pernah menjadi sahabat, pun tak pernah sedikit memihak. Memang, manusia boleh pergi dan datang kemana pun, kapan pun, sesuka hatinya. Namun, sampaikah otak berpikir jika akan ada hati yang (merasa) diperlakukan semena-mena? Atau memang tidak pernah ada perasaan dan akal sehat yang mendasari semua perlakuan ini? Mungkin memang harus ada yang mengalah dalam pertarungan walau mungkin belum kalah. Siapa lagi yang akan mengalah kalau bukan si pecundang? Menjadi budak penyesalan atas kesalahan orang lain, menjadi abu atas kekalahannya. Mungkin juga ini bukanlah kesalahan orang lain. Ya, namanya juga pecundang, apa sih yang dia bisa lakukan selain menyalahkan orang lain? Semut di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk tak kasat mata. Harusnya sadar, bangun. Hidup ini lapang perjuangan, bukan hanya ada yang punya. Sang Empunya pun mungkin menggelengkan kepala melihat nihiln...