Harga Sebuah Percaya
Bohong kalau orang bilang dia gak senang ketika diberi kepercayaan.
percaya/per·ca·ya/ v 1 mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata
Untuk saya, "percaya" is a strong word. Dalam bahasa inggris, kita punya trust dan believe, yang membedakan keduanya ada di dasar dari keyakinan yang dimiliki; trust lebih menggunakan akal sehat atau logika, sedangkan believe bisa hanya menggunakan perasaan tanpa bukti kuat.
Namun, dalam bahasa indonesia, kedua kata ini diterjemahkan dalam kata yang sama, "percaya". Itulah mengapa, bagi saya, "percaya" punya makna lebih dari sekadar meyakini atau mengakui. Kata ini menggabungkan logika dan perasaan, yang kita tahu, bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Maka ketika kata percaya ini muncul dari hati, mulut, dan pikiran seseorang, sesuatu pasti telah terjadi di antara subjek dan objek. Entah apapun yang dipercaya, baik itu hal nyata atau tidak, binatang, benda, kekuatan, berita, khususnya manusia, ada rasa yang ingin rebah dan ada pikiran yang hendak disandarkan pada tiang-tiang kepercayaan itu.
Akan tetapi, seperti membangun tiang, tidak mudah menjaganya tetap tinggi dan kokoh, tetap kuat dan tidak hancur, pun juga dengan membangun percaya. Layaknya membangun tiang, ada kalanya seseorang salah menghitung luas penampang ataupun salah meletakan pancang. Namun juga seperti tiang, terkadang robohnya tiang bukan karena hanya salah perhitungan, tapi memang waktunya saja yang sudah habis dan fondasinya yang sudah terkikis.
Apalagi percaya kepada manusia, kadang tiang yang dibangun terlalu tinggi, kadang tiang yang dibangun bukan dari bahan yang baik, kadang tiang yang dibangun memang hanya sebagai penyangga sementara. Mungkin kerugian ketika tiang roboh terasa sederhana, "sudah pakai bahan mahal tetap roboh" atau "dikira bisa tahan tinggi, ternyata goyah." Tapi kerugian terbesar yang sering kita lupakan itu bernama waktu.
Waktu.
Si maling bisu yang menyelinap terburu-buru.
Karena bahan bisa dicari lagi, tenaga bisa dipulihkan, luka bisa diobati. Tapi waktu—waktu yang terbuang untuk menjaga tiang yang akhirnya tumbang, waktu yang habis untuk memupuk fondasi yang berakhir lapuk; waktu tak bisa ditebus, tak bisa ditukar, tak pula bisa diobati.
Dan saat semua runtuh, yang tertinggal hanyalah getir; teringat waktu yang tak akan bisa kembali.
Komentar
Posting Komentar